< Back to 68k.news ID front page

Prosedur Penanganan Retensi Plasenta agar Tak Bahayakan Bunda saat Melahirkan

Original source (on modern site) | Article images: [1]

Jakarta -

Retensi plasenta dapat menyebabkan perdarahan saat persalinan yang membahayakan Bunda dan janin. Mengetahui penanganan retensi plasenta menjadi sangat penting untuk mencegah komplikasi.

Dilansir laman Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI), retensi plasenta atau retained placenta adalah suatu keadaan di mana plasenta tetap berada di dalam rahim dan belum dilahirkan selama 30 menit setelah kelahiran anak. Kondisi ini menjadi berbahaya karena dapat menyebabkan infeksi serta kehilangan banyak darah.

"Retensi plasenta termasuk dalam penyebab perdarahan setelah melahirkan (postpartum hemorrhage)," tulis Kemenkes.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perlu diketahui ya, plasenta merupakan organ yang terbentuk di dalam rahim saat masa kehamilan dimulai. Normalnya, plasenta akan keluar dari rahim dengan sendirinya beberapa menit setelah bayi dilahirkan, Bunda.

Menurut American Pregnancy Association (APA), keluarnya plasenta dari rahim ini merupakan tahap akhir persalinan. Bila tidak keluar lebih dari 30 menit, risiko perdarahan yang hebat akan meningkat.

Penyebab retensi plasenta

Ada beberapa penyebab retensi plasenta menurut APA, yakni:

  1. Plasenta percreta yang terjadi ketika plasenta tumbuh menembus dinding rahim.
  2. Atonia uterus yang terjadi ketika kontraksi berhenti atau tidak cukup kuat untuk mengeluarkan plasenta dari rahim.
  3. Plasenta adheren terjadi ketika seluruh atau sebagian plasenta menempel pada dinding rahim. Dalam situasi yang jarang terjadi, hal ini terjadi karena plasenta telah tertanam jauh di dalam rahim.
  4. Plasenta akreta yang terjadi ketika plasenta tumbuh terlalu dalam di rahim, kemungkinan akibat bekas luka operasi caesar sebelumnya.
  5. Trapped placenta yang terjadi ketika plasenta terlepas dari rahim tetapi tidak dapat dikeluarkan. Sebaliknya, ia terjebak di belakang leher rahim yang tertutup atau leher rahim yang tertutup sebagian.

Faktor risiko retensi plasenta

Faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan peluang Bunda mengalami retensi plasenta saat persalinan, seperti:

Tanda retensi plasenta

Tanda paling umum retensi plasenta adalah Bunda tidak mengeluarkannya setelah bayi lahir. Gejalanya dapat ditandai dengan kehilangan darah secara tiba-tiba atau perdarahan yang mengancam nyawa.

Dilansir laman Web MD, perempuan yang mengalami retensi plasenta mungkin mengeluarkan sebagian besar plasentanya. Namun, beberapa bagian plasenta tersangkut di dalam rahim. Hal tersebut dapat memicu beberapa gejala seperti:

Ilustrasi Janin/ Foto: Getty Images/iStockphoto/yucelyilmaz

Penanganan retensi plasenta

Retensi plasenta hanya bisa ditangani dengan mengeluarkan plasenta dari rahim, Bunda. Ada 5 cara yang dapat dilakukan, yakni:

1. Mengeluarkan plasenta secara manual

Dokter dapat mencoba mengeluarkan plasenta secara manual menggunakan tangan. Sebelum melakukannya, dokter akan memberikan obat epidural atau anastesi. Selanjutnya, dokter akan memisahkan plasenta di dalam rahim secara manual.

Metode manual biasanya dilakukan terakhir bila cara lain tak berhasil. Sebab, metode ini dapat berisiko menyebabkan infeksi, Bunda.

2. Penggunaan obat-obatan

Bunda juga dapat diberikan obat-obatan khusus untuk merangsang rahim berkontraksi. Rahim yang mengendur diharapkan bisa memudahkan plasenta keluar dari rahim.

"Jika beberapa cara tidak berhasil, dokter mungkin akan memberikan suntikan obat yang akan membuat rahim berkontraksi dan membantu mengeluarkan plasenta," kata dokter spesialis obstetri dan ginekologi, Traci C. Johnson.

3. Menyusui

Selain cara media, cara lain yang dapat dilakukan adalah memberikan waktu bagi ibu untuk menyusui. Menyusui dapat menyebabkan rahim berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta.

"Dokter, bidan, atau perawat kemungkinan akan meminta ibu untuk mulai menyusui bayi sesegera mungkin setelah melahirkan. Hal ini karena menyusui membuat rahim berkontraksi dan merupakan proses alami yang akan membantu mencegah tertahannya plasenta," ujar Johnson.

4. Diminta buang air kecil

Cara sederhana lainnya adalah menyarankan pasien untuk buang air kecil. Cara ini juga cukup efektif untuk mengeluarkan plasenta.

"Terkadang, hal sederhana seperti buang air kecil sudah cukup efektif untuk mengeluarkan plasenta karena kandung kemih yang penuh terkadang dapat menghalangi pengeluaran plasenta dari rahim," kata APA.

5. Pijat

Setelah melahirkan, dokter mungkin memijat perut Bunda untuk membantunya berkontraksi. Hal tersebut mungkin terasa tidak nyaman namun dapat membantu.

Pijatan di perut biasanya sering digunakan setelah kelahiran anak kedua. Ini karena rahim mungkin tidak berkontraksi dengan baik bila Bunda sudah pernah melahirkan melahirkan.

Pencegahan retensi plasenta

Retensi plasenta menjadi sulit dicegah bila Bunda memiliki faktor risiko. Bila kondisi ini sudah terdeteksi, dokter akan melakukan upaya untuk mencegah plasenta tertahan dengan mengambil tindakan mempercepat pengeluarannya setelah bayi lahir.

Berikut langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegah tertahannya plasenta di dalam rahim:

  1. Memberikan obat-obatan, seperti oksitosin, segera setelah bayi lahir untuk merangsang kontraksi rahim agar plasenta keluar.
  2. Menjalankan prosedur Controlled Cord Traction (CCT), yakni dengan menjepit dan menarik tali pusar bayi sambil melakukan pijatan ringan pada perut ibu untuk merangsang kontraksi.

Demikian penanganan retensi plasenta yang kerap terjadi selama persalinan. Semoga informasi ini bermanfaat ya, Bunda.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(ank/ank)

< Back to 68k.news ID front page