< Back to 68k.news ID front page

Kembali Tersandung Dugaan Asusila, Ketua KPU Dinilai Tak Kapok

Original source (on modern site) | Article images: [1]

Ketua KPU Hasyim Asy'ari. Foto: Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez.

Jakarta: Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari kembali dilaporkan terkait tindakan dugaan asusila. Padahal, Hasyim sebelumnya telah mendapat sanksi peringatan keras terakhir dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas aduan kasus dugaan asusila.

"Dalam kasus aduan asusila yang kedua setelah 'Wanita Emas', tentu putusan pertama boleh jadi tidak memberikan efek jera pada ketua KPU RI," kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita dalam keterangannya, Sabtu, 20 April 2024.

Tahun lalu, 'Wanita Emas' yang merupakan sebutan Ketua Partai Republik Satu Hasnaeni juga mengadukan hal serupa terhadap Hasyim ke DKPP. Saat itu, Hasyim disanksi peringatan keras terakhir oleh DKPP.

"Bisa jadi pada sidang kedua dinyatakan melanggar kembali akan dijatuhkan sanksi terakhir, yakni pemberhentian tetap," terang Mita.

Pemberhentian Hasyim dari jabatan ketua maupun anggota KPU merupakan permohonan dari korban kepada DKPP. Menurut Mita, DKPP memiliki aturan dalam penjatuhan sanksi kepada penyelenggara pemilu. Peringatan keras merupakan kategori sanksi tertulis.

 

Namun, Mita menyebut DKPP tidak memaknai secara spesifik maksud peringatan keras dan berapa kali penyelenggara pemilu dapat dijatuhkan sanksi tersebut. Apalagi, setelah perkara Wanita Emas, Hasyim juga dijatuhkan peringatan yang sama sebanyak dua kali.

Mita berpendapat harusnya penyelenggara pemilu yang dijatuhkan sanksi etik mendapat pembinaan atau orientasi. Kendati demikian, terdapat ruang kosong ihwal siapa yang mengambil peran sebagai evaluator saat sanski itu menyasar penyelenggara pemilu di level pusat. Sebab, seharusnya komisioner KPU RI menjadi teladan bagi jajaran di daerah.

"Sekarang kalau penyelenggara yang paling atas melanggar etik, siapa yang akan membina? DKPP sebagai lembaga tertinggi yang menangani hal tersebut harus mampu memutuskan yang terbaik bagi keadaban publik," ungkap Mita.

< Back to 68k.news ID front page