< Back to 68k.news ID front page

Jemaah Islamiyah: Delapan terduga teroris ditangkap, apakah organisasi ini masih eksis? - BBC News Indonesia

Original source (on modern site) | Article images: [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]

Sumber gambar, Jefta Images/Getty Images

Keterangan gambar, Potret satu dari 22 terduga anggota Jemaah Islamiyah yang ditangkap kepolisian pada Maret 2021.

20 April 2024

Delapan orang terduga teroris dari kelompok Jemaah Islamiyah (JI) ditangkap oleh Detasemen Khusus 88 di Sulawesi Tengah, pada Selasa (16/04) hingga Kamis (18/04). Kepolisian menuduh mereka bukan hanya pengurus kelompok tersebut, tapi juga "aktif mengikuti pelatihan paramiliter".

Penangkapan ini memunculkan lagi pertanyaan soal eksistensi JI usai vonis penjara terhadap puluhan orang yang berafiliasi dengan mereka dalam beberapa tahun terakhir, termasuk Para Wijayanto, sosok yang disebut pimpinan kelompok ini.

Siapa yang memimpin JI saat ini? Bagaimana aktivitas JI belakangan? Dan dari mana mereka mendapatkan pendanaan? Dalam artikel ini, BBC merangkum pernyataan kepolisian, berbicara pada pakar terorisme dan menilisik sejumlah riset.

Sumber gambar, Ulet Ifansasti/Getty Images

Keterangan gambar, Istri korban bom di Ritz-Carlton and JW Marriott Jakarta, pada tahun 2009, menangis dalam prosesi pemakaman suaminya. Aksi mematikan itu dilakukan oleh Jemaah Islamiyah.

Siapa yang ditangkap dan apa tuduhan polisi?

Kepolisian hanya memaparkan inisial terduga anggota JI yang mereka tangkap, tanpa menyebut nama lengkap. Mereka adalah G, DS, SK, A, MWDS, DK, H, dan RS.

Densus 88 menangkap mereka di sejumlah tempat berbeda di Sulawesi Tengah, termasuk Poso dan Palu, kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Trunoyudo Andiko, kepada pers di Jakarta, Jumat kemarin.

Trunoyudo menuduh, delapan orang ini merupakan anggota JI yang mengurus bidang doktrin, dakwah, keuangan, dan rekrutmen.

Baca juga:

Salah satu dari mereka, kata Trunoyudo, mengumpulkan dana melalui Syam Organizer (SO). Kelompok ini disebut Polri sebagai organisasi sayap JI yang menggalang dana untuk aksi teror melalui donasi kegiatan kemanusiaan.

"Ada keterkaitan mereka dengan pengumpulan dana jaringan teror yang ditangkap sebelumnya, yaitu SO," ujar Trunoyudo.

Selain itu, Trunoyudo menuduh delapan orang yang mereka tangkap itu aktif mengikuti pelatihan paramiliter di Poso.

Adakah terduga anggota JI yang juga ditangkap baru-baru ini?

Delapan orang yang ditangkap kepolisian pekan ini bukanlah terduga anggota JI pertama yang menjadi target operasi Densus 88 dalam beberapa tahun terakhir. Puluhan orang telah ditangkap kepolisian dalam setahun terakhir dengan tuduhan berafiliasi dengan JI.

Pada Januari lalu, Densus 88 menangkap 10 orang di Jawa Tengah atas tuduhan yang sama. Menurut kepolisian, 10 orang yang mereka tangkap tersebut "memberi dukungan operasional untuk JI". Mereka dituding memfasilitasi kegiatan JI, menyembunyikan sesama anggota yang masuk daftar buron, dan menggalang dana untuk aktivitas kelompok.

Tuduhan lain yang diarahkan kepolisian kepada 10 orang itu adalah mengumpulkan senjata api dan senjata tajam serta terlibat dalam pelatihan anggota JI.

Satu bulan sebelumnya, pada Desember 2023, Densus 88 menangkap 9 orang yang juga mereka tuduh anggota JI. Lokasi penangkapan itu adalah Sukoharjo, Sragen, Klaten, dan Boyolali—sama seperti tempat penangkapan 10 orang di Januari 2024.

Sumber gambar, Ulet Ifansasti/Getty Images

Keterangan gambar, Jenazah pelaku Bom Bali 2002, Dulmatin, diarak oleh pendukungnya dalam proses pemakaman di Pemalang, Jawa Tengah, Maret 2010.

Saat mencokok 9 orang terduga anggota JI pada Desember 2023 itu, Densus 88 membuat klaim bahwa mereka menyita sejumlah barang bukti, antara lain senjata laras pendek, senapan angin, anak panahm dan ratusan amunisi.

Pada Oktober 2023, Densus 88 juga menangkap 19 terduga anggota JI. Lokasi penangkapan tersebar di Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Barat.

Belasan orang ini diduga menduduki jabatan struktural di JI, kata Juru Bicara Densus 88, Brigjen Aswin Siregar, pada waktu itu.

Selama tahun 2023, total terdapat 50 terduga anggota JI yang ditangkap kepolisian.

Jadi, apakah JI masih eksis?

Brigjen Aswin belum mengeluarkan pernyataan terkait penangkapan terduga anggota JI terakhir yang mereka lakukan pekan ini.

"Informasi detail kami sampaikan melalui Humas Polri," ujarnya kepada BBC News Indonesia.

Namun pada Oktober 2023, dia menyatakan bahwa penangkapan yang mereka lakukan "mengingatkan lagi bahwa jaringan struktural dari Jemaah Islamiyah masih ada dan terus eksis."

"Bukan sekadar simpatisan, mereka adalah orang-orang atau personel yang menduduki jabatan struktural di organisasi Jemaah Islamiyah," ujar Aswin kepada pers saat itu.

Sumber gambar, SONNY TUMBELAKA/AFP

Keterangan gambar, Kerabat korban dipotret di depan Tugu Peringatan Bom Bali di Denpasar. Aksi teror tahun 2002 oleh Jemaah Islamiyah itu menewaskan setidaknya 202 orang.

Secara umum, menurut Siswo Mulyartono, peneliti isu terorisme di Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), pihak eksternal akan menghadapi kesulitan saat membongkar siapa saja yang duduk di kepengurusan JI.

"Informasi itu sangat terbatas dan rahasia, bahkan anggota JI yang tidak duduk di kepengurusan pun tidak tahu," kata Siswo via telepon, Jumat kemarin.

Al Chaidar, pakar terorisme di Universitas Malikussaleh, menilai berbagai penangkapan telah merusak pola koordinasi internal JI. Pihak eksternal, menurutnya, hingga saat ini belum bisa memetakan orang-orang yang memegang kendali kelompok tersebut.

"Mereka sedang melakukan mitigasi setelah berbagai penangkapan. Mereka masih terus berupaya eksis," kata Al Chaidar.

"Tapi akhirnya banyak anggota JI yang berjalan sendiri. Situasi ini akan memunculkan faksi-faksi baru di JI," ujarnya.

Bagaimana koordinasi internal JI?

Merujuk sejumlah dokumen persidangan terhadap orang-orang yang berafiliasi dengan JI, pola koordinasi kelompok ini disusun ulang oleh IPAC.

Riset itu memaparkan salah contoh koordinasi internal JI. Pada tahun 2016 misalnya, aktivitas JI di Poso meningkat setelah Hasanudin—anggota JI yang divonis 20 tahun penjara akibat mutilasi tiga pelajar perempuan—bebas dari penjara. Hasanudin saat itu ditunjuk menjadi koordinator JI untuk kawasan Palu dan Poso.

Pada jabatan di struktur baru JI tersebut, Hasanudin melapor langsung kepada Para Wijayanto, amir atau pimpinan tertinggi JI yang divonis tujuh tahun penjara pada Juli 2020. JI membuat posisi koordinasi yang ditempati Hasanudin ini untuk mengatasi persoalan keanggotaan di tingkat provinsi, menurut IPAC.

Dalam sebuah wawancara dengan anggota JI di Poso pada April 2023, IPAC menyebut kelompok ini mencapai target penambahan anggota baru. Pada tahun 2019, JI merekrut 40 anggota baru dari Poso dan 20 orang dari Palu.

Sumber gambar, Ed Wray/Getty Images

Keterangan gambar, Yusuf Adirama, mantan terpidana terorisme yang terlibat dalam Bom Bali 2002.

Pada tahun 2018, Hasanudin mengaktifkan kembali pelatihan militer untuk anggota baru JI di Poso. Pelatihan itu dipusatkan di Kecamatan Pamona Selatan, Poso.

Persenjataan yang mereka gunakan adalah senjata pinjaman dari anggota JI di Sulawesi Selatan yang pernah mengikuti pelatihan militer di Mindanao, Filipina Selatan. Merujuk dokumen putusan terhadap Muhammad Muthohar, dua orang yang meminjamkan senjata itu antara lain Nur Sahid dan Heri Purnomo, yang berlatih militer di Minadano pada periode 2002 hingga 2005.

Baca juga:

Peran Hasanudin dalam peta koordinasi JI ini diungkap kepolisian pada tahun 2021. Sejak bebas dan selama beraktivitas kembali di JI, Hasanudin muncul ke publik dalam berbagai program deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Hasanudin pada Agustus 2021 ditangkap untuk kedua kalinya. Dia belakangan divonis 20 tahun penjara.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Abdul Rahman Ayub, mantan anggota Jemaah Islamiyah, dipotret pada September 2012.

IPAC juga mencatat bagaimana sejumlah anggota senior JI datang ke Poso untuk melakukan doktrinasi kepada anggota kelompok tersebut. Mereka memaparkan apa yang mereka sebut sebagai "perjuangan Islam" dan perubahan strategi di tubuh JI.

Setelah Hasanudin berada di penjara, IPAC menyebut JI masih bisa melanjutkan program indoktrinasi dan rekrutmen, terutama di sejumlah masjid lokal di Poso yang berafiliasi dengan kelompok itu.

Merujuk berkas putusan pengadilan terhadap Bahar Lasiri, indoktrinasi di sejumlah masjid itu dilakukan dalam pertemuan tertutup dengan peserta terbatas. Dalam forum itu, visi dan misi JI diperkenalkan kepada anggota baru mereka.

Adakah potensi JI lakukan aksi teror?

Al Chaidar menilai potensi itu "sangat kecil" karena anggota JI saat ini sedang bersembunyi dan berlari dari kejaran kepolisian. Di sisi lain, kata dia, koordinasi internal JI usai berbagai penangkapan juga "kacau balau".

Menurut Al Chaidar, potensi anggota JI melakukan aksi teror individual pun sangat rendah. Aksi seperti itu, kata dia, biasanya dilakukan kelompok yang berafiliasi dengan ISIS. Sementara JI tidak berafiliasi dengan ISIS, melain Al-Qaeda.

Namun potensi aksi individual itu bukan berarti tidak ada sama sekali, kata seorang mantan terpidana terorisme sekaligus guru di internal JI. Dalam wawancara dengan IPAC, sosok yang berbicara dengan anonimitas itu berkata, anggota-anggota JI berusia muda rentan terekspos ajaran ekstrem di media sosial, termasuk dalam melakukan aksi teror.

Sumber gambar, Chris McGrath/Getty Images

Keterangan gambar, Meski kepolisian telah menangkap puluhan terduga anggota JI pada setahun terakhir, potensi aksi kelompok itu dianggap akan terus ada.

"Mereka bisa bertindak tanpa perintah organisasi. Mereka bisa langsung meniru yang mereka lihat di internet dan melakukan bom bunuh diri," ujarnya.

"Pada era saya, tidak ada media sosial. Kami memulai dari satu taklim ke taklim yang lain, lalu menjalani pelatihan dan dievaluasi. Proses yang terjadi saat ini sangat berbeda," tuturnya.

< Back to 68k.news ID front page